Thursday, 31 January 2013
Eh, Kemana Perginya Layar Tancep ya?
Tunggu... sebelum baca tulisan ini, harap dimengerti ya kalo ternyata sebenarnya di bagian-bagian lain Jakarta ternyata Layar tancap masih banyak ditemukan, maklum saya jarang jalan-jalan... hihihihi
Jadi begini, waktu usia saya sekitar 13 - 14 tahun atau kelas 1 - 2 SMP, saya sering nangis-nangis minta izin ke Ibu saya untuk diizinkan ikut begadang sama teman-teman lingkungan rumah yang rame-rame mau nonton layar tancep.
Pertamanya pasti ibu saya tiak mengizinkan, dengan alasan bermacam-macam deh pokoknya, dari mulai takut filemnya berbau porno sampai dengan angin malam yang bisa bikin saya masuk angin, maklum deh soalnya layar tancep ini memang digelar dilapangan terbuka yang angin nya ekstra kenceng.
Tapi setelah saya janjikan bahwa kalo pas adegan "unyu" saya tutup mata dan saya ambil jaket super tebel serta kupluk atau topi untuk obat kedinginan, Ibu saya luluh jugak deh, "habis nonton langsung pulang, gak nongkrong-nongkrong lagi" begitu pesannya hehehe...
Singkatnya, malam itu saya dan teman-teman sekitarr 10 orang atau lebih akan bareng-bareng jalan kaki menuju tempat digelarnya layar tancep. Tahun itu sekitar 1994, biasanya kalau ada yang "hajatan" pasti hampir selalu mengadakan acara nonton layar tancap.
Suasana sekitarnya pun selalu sama, remang-remang cenderung gelap, suara mesin pemutar film yg berisik, suara film yang stereo (katanya), anak-anak muda berpasangan, ada yang sibuk main koprok, sampai dengan barisan penjual kacang dan bajigur yang selalu hadir dan berharap-harap cemas supaya enggak turun hujan, maklum walaupun yang turun cuma gerimis acara ini bisa bubar alias Misbar (Gerimis Bubar)
Film-film yang diputar pun cenderung sama, mulai dari serial silat Saur Sepuh, Tutur Tinular sampai dengan film-film nya Oom Barry Prima : )
Biasanya film diputar sampai pukul 01:00 atau 02:00 pagi, yang diputar kayaknya bisa sekitar 3-4 film atau lebih. Saya pun cukup menikmati masa-masa itu, malahan filmnya jarang saya tonton, yang lebih saya ingat justru saat-saat saya bersama teman-teman, patungan beli kacang, beli bajigur dan bandrex he he he ...
****************
Sekarang, sepertinya sudah sangat jarang saya mendengar anak-anak ABG nonton layar tancep. Hiburan kampung ini seakan sudah gak laku dan ditinggalkan , gaung-nya sudah tidak kedengaran lagi. Penyebabnya (menurut saya) bisa bermacam-macam.
Diantaranya mungkin karena saat ini bisa dibilang hampir setiap rumah sudah punya yang namanya DVD player yang memungkinkan bagi mereka untuk nonton filem apa aja kapan aja, gausah nunggu layar tancep.
Dan yang mungkin paling "telak" adalah fakta bahwa saat ini keluarga-keluarga yang mengadakan "hajatan" dikampung-kampung memang lebih memilih untuk mengadakan Dangdutan ketimbang menggelar layar tancap.
Bagaimanapun, saya bangga pernah ada dijaman tersebut, sebagai anak kampung yang rela jalan jauh-jauh cuma buat nonton film yang saya tonton juga enggak tuh.
Paling tidak nanti saya bisa ceritakan ke anak-anak saya mengenai layar tancap ini, bahwa hiburan ini pernah menjadi salah satu yang paling digemari dijaman nya : )
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment